Tinggalkan atau Pertahankan
Iseng browsing dari blog ke blog gak taunya mata saya dihadapkan dengan sebuah judul artikel yang membuat saya merasa di hipnotis dan dipaksa untuk segera membacanya. Setelah meluangkan waktu sekitar 5 membaca dari bagian atas sampai akhir ternyata artikelnya cukup bagus. Untuk itu saya ingin berbagi kepada teman-teman sekalian mengenai artikel yang ditulia oleh Oka Suantara tentang suatu hubungan yang mana kadang kita sulit untuk menentukan apakah harus kita tinggalkan atau pertahankan. Oke langsung saja ke poin utamanya. Selamat membaca
Terlalu sulit rasanya hanya untuk tersenyum dan terlihat seolah semua baik-baik saja. Sebab, luka yang tumbuh dalam sebuah hubungan yang berada di ujung tanduk layaknya racun yang mencabik rongga dada. Bahkan hanya untuk bernapas normal saja, sesaknya tiada tara. Semakin berusaha terlihat baik-baik saja, rasa sakit dari luka itu semakin meradang berpuluh-puluh kali lipat dari biasanya.
Karena rasa sakit, terkadang manusia menjadi penipu mahir di balik topeng senyum lugu.
Cinta, salah satu elemen kehidupan paling penting sudah tentu membutuhkan perjuangan keras, baik sejak meraih dan mempertahankannya. Kita semua tau, apa yang didapat dengan proses mudah, juga dapat terlepas dengan cara yang sama. Tapi, jika cinta itu didapat dengan susah payah dan sudah mengakar terlalu dalam di hati, apakah mudah saja melepasnya? Tentu tidak.
Hubungan itu seperti halnya rumah, jika rumah yang ditinggal sudah tidak terasa nyaman atau malah justru membuat sakit, pastinya muncul dilema; bertahan atau tinggalkan? Dua pilihan yang salah satunya sangat sulit diputuskan.
Di satu sisi, jika bertahan, apakah ada jaminan hubungan itu akan membaik? Apakah si dia akan berubah dan tidak menyakitimu? Apakah dia memperbaiki kesalahannya? Di satu sisi lainnya, jika ditinggalkan, apakah kamu siap beranjak dan mendapatkan seseorang yang lebih baik. Yang nggak menyakiti kamu, yang dapat menerima kamu, dan juga yang menyayangimu dengan tulus.
Pasti atau entah, dalam suatu hubungan akan ada fase di mana kamu akan merasa dilema dengan keadaan yang nggak mempunyai opsi menguntungkan, dan sialnya opsi itu seperti yang memilih dan memaksa kamu mengambil risiko tanpa jaminan bagaimana berjalan ke depan, dan kamu belum mampu menentukan.
Namun yang mesti kamu ingat adalah, yang namanya hubungan itu berdua, bukan sendiri. Jadi ketika kamu sedang berada dalam dilema antara bertahan atau tinggalkan, kamu harus berpikir dengan logika yang jernih. Singkirkan sejenak tetek bengek perasaan. Ketika suara gong dilema itu terdengar nyaring, apa lagi yang harus dilakukan selain mengoreksi?
Mengoreksi apa yang sudah dilakukan dan belum. Dari koreksi itu kamu akan berpikir lebih jauh apakah hubungan di ujung tanduk itu layak dipertahankan atau justru disudahi. Apa yang sudah ia lakukan dan berikan untukmu? Apa yang dia perjuangkan dalam hubungan ini?
Janganlah berpikir dalam konteks sudah berapa lama hubungan itu terjalin, karena lama atau sebentar sebuah hubungan nggak menjamin bagaimana akhirnya. Boleh kamu menyayangi hubungan kalian yang sudah terjalin lama, sayang dengan kenangan dan tiap momen yang telah tercipta bersama. Tapi apakah dengan berbekal ingatan itu kamu mau dan rela terus tersiksa oleh realita? Apakah kamu sanggup hanya menerima luka ketimbang kasih sayang?
Soal bertahan, apakah dia yang kamu cintai juga mempertahankanmu? Apakah dia berusaha untuk memperbaiki hubungan? Atau justru lepas tangan? Jika ia sadar diri untuk memperbaikinya, barangkali hubungan kalian layak dipertahankan.
Jika dia malah lepas tangan, tunggu apa lagi untuk bersiap mengambil ancang-ancang untuk pergi meninggalkan? Meski nggak ada jaminan kamu akan menemukan seseorang baru yang lebih baik, setidaknya nanti kamu mempunyai pilihan. Pilihan pada siapa kamu mempercayakan hatimu untuk jatuh cinta di kesempatan berikutnya, juga dicintai. Kamu pun akan mendapatkan ‘rumah’ baru yang mungkin lebih membuatmu nyaman dan mengantarkanmu pada jenjang yang lebih serius. Selalu ada kemungkinan dalam ketidakmungkinan.
Apapun pilihannya, renungkanlah tentang ketulusan hati. Jika ketulusanmu dalam hubungan itu tidak dihargai, ya lebih baik pergi. Banyak orang baik yang lebih pantas mendapatkan ketulusan itu, dan jawabannya hanya masalah waktu. Toh, jika nantinya dia menyesal telah melepasmu, itu sudah bukan lagi urusanmu. Biarkan dia menyesali kebodohannya telah menyia-nyiakanmu, biarkan ia belajar bagaimana rasanya patah hati yang ia buat sendiri.
Cinta adalah perihal memberi dan menerima. Cinta itu pamrih. Cinta itu butuh balasan. Dan kembali lagi, cinta itu berdua, bukan sendiri. Berhenti menjadi naif dan cobalan untuk realistis.
Bertahan atau tinggalkan, tentukan pilihamu dan lakukan dengan penuh senyuman ikhlas. Karena yang menentukan kebahagiaanmu dan berhak atas segalanya adalah dirimu sendiri. Cinta yang diawali dan diakhiri dengan keikhlasan akan mengantarkanmu pada bahagia yang sebenarnya.
Limpahkan waktu, doa, dan air matamu untuk dia yang juga memberikan hal yang sama.
0 Response to "Tinggalkan atau Pertahankan"
Post a Comment